Contoh Makalah Sengketa Tanah Masyarakat di Sektor Kehutanan

Sebagai sumber agraria yang paling penting, tanah merupakan sumber produksi yang sangat dibutuhkan sehingga ada banyak kepentingan yang membutuhkannya. Perkembangan penduduk dan kebutuhan yang menyertainya semakin tidak sebanding dengan luasan tanah yang tidak pernah bertambah. Karena itulah, tanah dan segala sumber daya alam yang terkandung di dalamnya selalu menjadi ”ajang perebutan” berbagai kepentingan yang senantiasa menyertai kehidupan manusia. Tidak heran jika sejak zaman dahulu tanah selalu menjadi obyek yang diperebutkan sehingga memunculkan adanya sengketa dan konflik yang berkaitan dengan tanah dan sumber daya yang dikandungnya. Disamping itu Adanya ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah serta ketimpangan terhadap sumber-sumber produksi lainnya menyebabkan terjadinya konflik pertanahan.

Di Indonesia, masalah tentang sengketa tanah sudah banyak terjadi dan menjadi masalah klasik. Kawasan konservasi atau yang lebih spesifik biasa disebut sebagai Taman Nasional menjadi kawasan yang paling rawan menimbulkan konflik agraria. Indonesia sebagai Negara kepulauan terluas memiliki banyak potensi alam yang terkandung di dalamnya. Katoharjo (2007) menyatakan 70% kawasan Indonesia adalah hutan. Hal yang kemudian berpotensi menyebabkan konflik adalah pandangan pemerintah yang ingin melindungi hutan dan menjadikannya kawasan konservasi dengan masyarakat yang telah turun-temurun menempati kawasan hutan tersebut atau bahkan menjadikannya sebagai harta warisan yang akan diwariskan kepada keturunan selanjutnya. Sebuah kajian yang dilakukan Komisi Hukum Nasional pada tahun 2008, tentang “Tinjauan Terhadap UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria” yang menyimpulkan beberapa pokok berikut:


(a) Hak-hak masyarakat adat atas tanahnya, yang diakui oleh Hukum Agraria 1960, (UUPA) dalam kenyataannya tidak berjalan sebagai yang dicita-citakan. Pengaturan dalam bentuk hak tersendiri belum atau tidak dijabarkan secara jelas.

 

(b) masyarakat Hak-hak dasar atas sumber daya agraria yang sudah diatur dalam UUPA dalam usaha implementasinya kalah terhadapa berbagai kepentingan sektoral.Hal ini menjadi lebih parah dengan persaingan antar sektor dengan kepentingannya masing-masing.

 

(c) Diutamakannya investasi dalam pembangunan ekonomi, sering sekali menyebabkan hak-hak masyarakat atas tanah terabaikan.

 

(d) Hak Menguasai Negara (HMA) yang menurut UUPA dapat didelegasikan kepada masyarakat adat dan daerah swatantra, dalam prakteknya diberikan kepada badan-badan atau departemen-departemen pemerintah/negara dan kemudian dikenal sebagai Hak Pengelolaan (yang sebenarnya tidak dikenal dalam UUPA).

 

Dalam prakteknya, keberadaan kawasan konservasi sering dipahami sebagai sumber masalah atau konflik bagi berbagai pihak akibat adanya perbedaan persepsi. Esensi hutan lindung yang seharusnya menjadi tempat perlindungan, pengawet, penjagaan agar yang kita miliki saat ini bisa digunakan untuk masa mendatang tetapi malah menimbulkan konflik dan sengketa.  Peristiwa persengketaan yang terjadi contonya berada di kawasan hutan lindung Oekabiti, Kabupaten Kupang, Kepulauwan Nusa Tenggara yang letaknya bersentuhan langsung dengan lahan pertanian milik warga bernama Saul Boi Mau (Nunnapah).

 

Awal Terjadinya Konflik

Pada bulan Juni 2000, Saul Boi Mau (Nunnapah) telah mengerjakan dan mengelola lading yaitu menanam jagung, ubi kayu, pisang dan lain-lain di kawasan hutan lindung Oekabiti. Bidang tanah milik Saul Boi Mau tersebut (object sengketa) diperoleh dengan cara mendapatkan pembagian harta warisan dari ayahnya, yaitu Timotius Boimou seluas lebih kurang 1250 meter persegi dengan batas-batas sebagai berikut :

 

- Utara berbatasan dengan tanah Edison Nubatonis

 

- Selatan berbatasan dengan tanah Ruben Loasana

 

- Timur berbatasan dengan kali Nonokmeo

 

- Barat berbatasan dengan jalan raya Jurusan Kupang-Oekabiti

 

Tanah tersebut merupakan tanah milik kakek dari Saul Boi Mau yang kemudian diwariskan kepada ayahnya dan akhirnya diwariskan kepada Saul Boi Mau yang membayar pajak sejak tahun 1970 hingga tahun terjadinya sengketa.

Pada tahun 2000, saat Saul N. Passu menjabat sebagai Kepala Kelurahan Nonbes mengumumkan kepada masyarakat untuk mendaftarkan tanah-tanah hak milik guna diukur dan diterbitkan sertifikat penegasan hak oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kupang melalui Prona tahun 2000/2001 yang masuk wilayah kecamatan Amarasi.  Dengan dasar pengumuman tersebut Saul Boi Mau mendaftarkan dan mengajukan permohonan pengukuran 3 (tiga) bidang tanah bagian warisan Saul Boi Mau termasuk tanah objek sengketa (batas-batas tertulis di atas). Kemudian Saul N. Passu dalam kedudukannya sebagai kepala kelurahan membatalkan pengukuran bidang tanah objek sengketa dengan alasan masuk dalam kawasan hutan lindung Oekabiti yang didasarkan atas peta wilayah, berita acara tata batas dari kelompok hutan Sisimeni Sanam dan SK Menteri Pertanian No. 183/Kpts/Um/3/1980 yang di tetapkan 17 Maret 1980.

 

Karena Saul Boi Mau tetap pada pendiriannya mempertahankan tanah objek sengketa dan tetap mengerjakan tanah tersebut maka pada tanggal 17 September 2001 Saul Boi Mau di laporkan ke Kepolisian Sektor Amarasi di Oekabiti dengan Laporan Polisi No. LP/105/IX/2001/Polsek Amarasi dengan tuduhan penyerobotan kawasan hutan lindung milik Negara dalam hal ini Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kupang. Pokok permasalahan dalam kasus ini adalah pendaftaran tanah dan pembuktian kepemilikan tanah.

 

Dampak Konflik Agraria

Konflik agraria di kawasan hutan lindung Oekabiti telah berlangsung selama lebih dari 8 tahun. Hal ini diakibatkan karena tidak adanya kepastian dalam hak penguasaan tanah di kawasn hutan lindung Oekabiti. Adanya perbedaan paham mengenai batas kekuasaan tanah oleh masyarakat dan pemerintah, menyebabkan banyak kasus dimana masyarakat di intimidasi untuk segera menyerahkan lahan mereka kepada pihak pemerintah.

 

Beberapa dampak bagi pemerintah, masyarakat dan kawasan hutan lindung yang akan terjadi ke depannya bila permasalahan konflik ini tidak segera terselesaikan dan dibiarkan menggantung antara lain :

 

1. Balai Pengawasan Kawasan Hutan Lindung Oekabiti

Merenggangnya hubungan antara petugas dan warga terutama bagi warga yang berselisih (Saul Boi Mau) yang menyebabkan ptugas kesulitan melaksanakan tugasnya, karena mereka khawatir dalam melakukan setiap tindakan yang dapat menyebabkan konflik semakin meruncing. Apabila balai pengawasan hutan lindung mengambil tindakan keras maka dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian baik material maupun non-material yang akan dialami oleh warga.

 

2. Daerah Kawasan Hutan Lindung Oekabiti

Akibat tidak adanya kepastian, warga yang berselisih (Saul Boi Mau) secara diam-diam melakukan pekerjaannya berladang yang membuat kawasan hutan lindung Oekabiti semakin terbebani sehingga berpotensi merusak spesies binatang maupun tumbuhan yang berada dikawasan hutan lindung Oekabiti. Pasal 37 UU No. 05 tahun 1990 tentang konservasi daya alam hayati dan ekosistemnya memperlihatkan adanya peluang untuk memposisikan rakyat sebagai sesuatu yang terpisah dari alam. Berdasarkan pasal ini pemerintah diminta untuk “menggerakkan dan mengarahkan” masyarakat untuk sadar konservasi.

 

Analisis Masalah

 

Pendaftaran Tanah

Salah satu tujuan Undang-undang pokok agraria No. 5 tahun 1960 Adalah memberikan jaminan hukum atas hak tanah. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 19 UUPA ayat 1 yang menyebutkan : “ Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah republik Indonesia menurut peraturan yang diatur dalam peraturan pemerintah”.

 

Berdasarkan peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah : “ Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat pembuktian haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”.

 

Pendaftaran dan pengukuran yang diajukan oleh Saul Boi Mou terhadap tanah objek sengketa tidak dapat dilakukan karena tanah tersebut dalam sengketa dan berdasarkan peta wilayah, tanah tersebut merupakan kawasan hutan lindung milik Negara. Sehingga tanah tersebut  dapat dilakukan pendaftaran dan pengukuran setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap mengenai perselisihan batas maupun perselisihan tentang siapa sesungguhnya berhak atas bidang tanah tersebut.

 

Pembuktian Kepemilikan Tanah

Yang dimaksud dengan membuktikan ialah menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Perselisihan mengenai hak milik seperti kasus yang dialami Saul Boi Mou merupakan ranah kasus perdata. Sejak dahulu Saul Boi Mou sebagai salah satu masyarakat desa yang tidak berpendidikan selalu mentaati peraturan yang dikelurkan oleh pemerintah (kantor pajak), yaitu setiap tahunnya memenuhi kewajiban dalam hal membayar pajak kepada Negara. Namun surat bukti pembayaran pajak tersebut bukan merupakan bukti pemilikan hak atas tanah sedangkan yang menjadi permasalahan adalah bukti tentang kepemilikan hak atas tanah sengketa.

 

Berdasarkan pasal ayat 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 menyebutkan : “ Sertifikat merupakan suatu tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik maupun yuridis yang ada di dalamnya”. Maka jelas bahwa alat bukti yang dapat dipergunakan untuk membuktikan kepemilikan tanah tersbut adalah sertifikat dan bukan surat bukti pembayaran pajak.

 

Namun dilihat dari alat bukti yang ditentukan Undang-undang yang dirinci dalam pasal 164 HIR (Pasal 284 RBG), alat bukti yang sah terdiri atas :

• tulisan (akta)

• keterangan saksi

• persangkaan

• pengakuan

• sumpah

 

Berdasarkan hal tersebut surat bukti pembayaran pajak dapat dipertimbangkan sebagai bukti persangkaan yang memiliki nilai pembuktian sempurna. Karena dengan bukti tersebut menunjukkan bahwa Sau Boi Mau menguasai dan mengerjakan tanah sengketa dari dahulu secara terus menerus dan tidak mendapat pengklaiman kepemilikan oleh siapa pun termasuk Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kupang.

 

Solusi Mengatasi Konflik Agraria Kawasan Hutan Lindung Oekabiti

Pembangunan pada dasarnya melakukan perubahan (plan change) yaitu perubahan menuju perbaikan kondisi yang telah disepakati bersama. Dalam pembangunan kehutanan, seluruh bentuk peraturan adalah merupakan perwujudan hukum yang dihasilkan dari suatu proses kesepakatan. Dalam mengatasi konflik hutan lindung Oekabiti, perlu adanya kesepakatan bersama antara pemerintah dan pemilik lahan untuk bersama-sama merumuskan jawaban dari semua permasalahan yang ada. Beberapa hal yang penting dalam pelaksanaan kesepakatan diantara kedua belah pihak, hendaknya mempertimbangkan hal berikut :

 

1. Sebelum adanya kesepakatan antara pihak yang bersengketa. Terlebih dahulu kedua pihak disadarkan bahwa diperlukan itikad baik dalam penyelesaian masalah ini. perlu ditekankan bahwa dalam pembentukan kesepakatan inidibuat secara bersama dan dalam posisi kedua pihak yang sejajar, tanpa adanya pihak yang mendominasi atau terdominasi. Sehingga kesepakatan yang dibuat akan dapat dilaksanakan, karena kedua belah pihak diuntungkan dan sesuai aspirasi masing-masing.

 

2. Dalam proses menuju kesepakatan dan pelaksanaan kesepakatan diperlukan pengawasan dari pihak yang ketiga (LSM) yang dipercayai oleh kedua belah pihak untuk memfasilitasi dan menjadi penengah dalam kesepakatan tersebut.

 

3. Setelah kedua belah menjabarkan keinginannya masing-masing, diharapkan kedua belah pihak mampu menghasilkan kontrak social yang nantinya akan dilaksanakan dan ditaati.

 

4. Hendaknya pemerintah membentuk unit kerja khusus yang mampu mengatasi masalah sosial yang timbul akibat adanya permasalahan sejenis.   

 

Daftar Pustaka

http://ismuhagayo.blogspot.com/2014/04/makalah-kajian-terhadap-konflik-agraria.html

http://www.komisihukum.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=170:hukum-agraria-1960-masyarakat-hukum-adat-perlukah-reformasi-hukum-agraria&catid=162:index-opini&Itemid=622

Title : Contoh Makalah Sengketa Tanah Masyarakat di Sektor Kehutanan
Description : Sebagai sumber agraria yang paling penting, tanah merupakan sumber produksi yang sangat dibutuhkan sehingga ada banyak kepentingan yang memb...

0 Response to "Contoh Makalah Sengketa Tanah Masyarakat di Sektor Kehutanan"

Facebook

Dilindungi