Resensi Buku Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia Karya : Clifford Geertz

Judul Buku : Involusi Pertanian

Judul Asli : Agricultural Involution: The Process of Ecological Change in Indonesia (1963)

Sub Judul : Proses perubahan ekologi di Indonesia

Penulis : Clifford Geertz

Penerjemah : S. Supomo

Penerbit : Bhatara Karya Aksara

Tahun Terbit : 1983

Kota Terbit : Jakarta

Kategori : pertanian

Tebal : 178 Halaman


Isi buku :


Buku ini memaparkan tentang proses perubahan ekologi di Indonesia, dimana terhambatnya pembangunan ekonomi di Indonesia disebabkan oleh involusi pertanian. Peningkatan produksi disebabkan oleh peningkatan tenaga kerja dan bukan oleh perkembangan teknologi dan mengakar kepada share poverty yaitu budaya untuk berbagi kemiskinan. Teori ini menyatakan bahwa budaya yang lebih mementingkan solidaritas bersama daripada peningkatan penghasilan menyebabkan sektor pertanian tidak dapat berkembang.

Geertz secara tegas menunjuk adanya kasus merugi pada pedesaan Jawa yang sudah kehilangan unsur tradisi lama tetapi belum mencapai corak modern, sehingga terhenti pada taraf “post tradisional”. Pola pertanian sawah dinilai mandek, produktifitas per orang (tenaga kerja) tidak naik, karena didorong untuk menampung pertambahan penduduk yang kurang tertampung diluar pertanian. Kemandekan atau kemacetan pola pertanian ditunjukkan oleh tidak adanya kemajuan yang hakiki.


Kemiskinan bersama, menurut Geertz hanyalah konsekuensi belaka dari involusi usaha tani, tingkat produktifitas yang tidak menaik atau bahkan turun mendorong pembagian rezeki kepada pembagian tingkat nafkah yang rendah bagi semua.


Pada awalnya kebijakan kolonial Hindia Belanda (1619-1942) adalah membawa produk pertanian Indonesia yang subur ke pasar dunia, dimana pada saat itu produk dari Indonesia ini sangat dibutuhkan dan laku keras dalam pasaran, tanpa mengubah struktur ekonomi masyarakat. Namun, pemerintah kolonial tak pernah berhasil mengembangkan ekonomi ekspor secara luas di pasar dunia, seperti halnya Inggris pada masa yang sama, sehingga kepentingan utama Pemerintah Belanda tetaplah bertumpu pada koloninya “Hindia Belanda”. Kedua, upaya pemerintah kolonial untuk meraih pasar internasional adalah mempertahankan pribumi tetap pribumi, dan terus mendorong mereka untuk berproduksi bagi memenuhi kebutuhan pasar dunia. Keadaan ini mewujudkan struktur ekonomi yang secara intrinsik tidak seimbang, yang oleh JH Boeke (1958) disebut dualisme ekonomi dimana dibawa oleh pemerintahan kolonial yang secara internal menghasilkan sistem pertanian yang rumit dan berimplikasi pada sistem kebudayaan masyarakat Jawa.


Keadaan involutif pada pertanian Jawa yang semakin rumit dan tak ada kemajuan tersebut menurut Geertz akibat dari ekonomi dualistik yang diterapkan oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda waktu itu. Ekonomi Hindia Belanda yang dualistik mengenal pemisahan dua sektor. Pertama adalah sektor ekonomi ekspor modal besar seperti perkebunan tebu, dukungan kapitalisme, dibantu unsur pemerintahan, berkuasa dalam pengaturan harga dan upah, dan sektor ekonomi pedesaan. Kedua adalah sistem ekonomi subsisten pertanian masyarakat lokal di mana sambil dipaksa memberi dukungan ‘subsidi’ (upah dan sewa tanah) kepada sektor pertama yang menghasilkan gula. Pola ekonomi yang dualistik tersebut menggabungkan ekonomi industri ‘padat modal’ milik penjajah dan pola ekonomi ‘padat karya’ milik pribumi.


Pada sektor yang ada di dalam negeri, industri rumah tangga, dan perdagangan kecil. Kalau pada sektor ekspor terjadi peningkatan yang dipicu oleh harga komoditas dunia, maka sektor domestik justru mengalami kemerosotan dan kemunduran. keterkaitan proses pemiskinan dan tesis involusi pertanian di Jawa, dijelaskan Geertz sebagai suatu pola kebudayaan yang memiliki suatu bentuk yang definitif, yang terus berkembang menjadi semakin rumit ke dalam. Pertanian dan petani Jawa secara khusus, dan kehidupan sosial orang Jawa secara umum, harus bertahan untuk menghadapi realita meningkatnya jumlah penduduk dan tekanan kolonial melalui proses kompleksifikasi internal.


Konsepsi-konsepsi yang diutarakan oleh Geertz ini mengarah pada konsepsi substantivis, istilah substantivis sendiri mendasarkan pengertiannya pada ekonomi sebagai upaya manusia guna memenuhi kebutuhan hidup di tengah lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Geertz menggunakan paradigma substantivisme. Aliran ini meyakini bahwa tindakan-tindakan ekonomi tidak sepenuhnya ditentukan oleh individu yang mendasarkan pada pertimbangan ekonomis yang rasional.


Mekanisme adaptasi petani Jawa yang digambarkan oleh Geertz adalah dengan melakukan intensifikasi dengan melibatkan sebanyak mungkin tenaga dalam setiap kegiatan produksi tanaman dalam kerangka membagi-bagikan rejeki yang ada hingga makin lama makin sedikit yang diterima. Geertz menyebut mekanisme ini dengan Shared Proverty, kemiskinan yang dibagi rata, atau secara gampangnya berbagi kemiskinan dengan sesama.


a. Kelebihan

1. Konsepsi-konsepsi yang diutarakan oleh Geertz dalam buku ini mengarah pada konsepsi substantivis.


2. Buku ini banyak menggunakan berbagai sumber referensi sehingga lebih detail, dan membahas tentang pertanian di Hindia Belanda pada abad ke-20.


b. Kekurangan

1. Karna buku ini terjemahan dari bahasa asing maka sedikit sulit untuk memahaminya.


2. Kurangnya gambar dalam buku ini untuk lebih memperkuat data.
Title : Resensi Buku Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia Karya : Clifford Geertz
Description : Judul Buku : Involusi Pertanian Judul Asli : Agricultural Involution: The Process of Ecological Change in Indonesia (1963) Sub...

0 Response to "Resensi Buku Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia Karya : Clifford Geertz"

Facebook

Dilindungi