Biografi Ernest Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi)

Ernest Douwes Dekker 
(Danudirja Setiabudi)

A. Biografi Ernest Douwes Dekker.

Ernest François Eugène Douwes Dekker lahir di Pasuruan Jawa Timur, pada tanggal 8 Oktober 1879, Douwes Dekker meninggal pada tanggal 28 agustus 1950 pada umur 70 tahun di Bandung Jawa Barat. Ernest Douwes Dekker bernama asli Danudirja Setiabudi. Ayahnya bernama Auguste Henri Edouard Douwes Dekker, seorang agen perbankan. Sedangkan ibunya, Louisa Margaretha Neumann, seorang indo campuran Jerman-Jawa. Beliau adalah tokoh politik dan patriot Indonesia, pembangkit semangat kebangsaan Indonesia, penentang penjajahan yang gigih, wartawan dan sastrawan.[1]


Ernest adalah anak ketiga (dari empat bersaudara) pasangan Auguste Henri Edouard Douwes Dekker (Belanda totok), seorang pialang bursa efek dan agen bank,[2] dan Louisa Margaretha Neumann, seorang Indo dari ayah Jerman dan ibu Jawa. Dengan pekerjaannya itu, Auguste termasuk orang yang berpenghasilan tinggi. Ernest, biasa dipanggil "Nes" oleh orang-orang dekatnya atau "Douwes Dekker" oleh rekan-rekan seperjuangannya, masih terhitung saudara dari pengarang buku Max Havelaar, yaitu Eduard Douwes Dekker (Multatuli), yang merupakan adik kakeknya.[3] Olaf Douwes Dekker, cucu dari Guido, saudaranya, menjadi penyair di Breda, Belanda.[4]


Ia memulai masa remajanya di Pasuruan dan setelah lulus sekolah HBS, ia bekerja bekerja disuatu perkebunan kopi di kaki gunung Semeru. Ia menyaksikan penderitaan rakyat, khususnya buruh-buruh perkebunan kopi, yang diperlakukan sewenang-wenang oleh pengusaha kopi.


Di tempat inilah dia mula-mula menyaksikan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh para majikan Belanda terhadap bawahannya yang mayoritas bumiputra. Di perkebunan itu pula dia mulai menyaksikan sikap kasar dan angkuh para pembesar perkebunan. Oleh karena merasa tidak sejalan dengan isi hatinya, maka Douwes Dekker mengundurkan diri dari pekerjaannya tersebut.


Ernest Douwes Dekker kemudian pindah kerja ke Pabrik Gula Pajarakan di Pasuruan sebagai ahli kimia. Di tempat ini, awalnya ia mendapatkan kecocokan dan kesenangan kerja. Akan tetapi ketika para pembesar di perkebunan tebu itu melakukan kecurangan pada pembagian air irigasi antara kebun-kebun tebu dan sawah penduduk pribumi yang mengakibatkan sawah penduduk pribumi sering mengalami kekeringan, ia akhirnya meninggalkan pekerjaannya pula. 


Ernest begitu terpukul begitu ibunya meninggal tahun 1899. Ia sangat sedih dan frustasi. Akhirnya Douwes Dekker mengambil keputusan untuk merantau ke seluruh dunia dengan maksud mengadu nasib, berdagang. Pada tahun 1900 bersama kakaknya, ia meninggalkan Hindia Belanda. Mereka kemudian singgah di Transvaal, Afrika Selatan. Pada saat itu di Transvaal sedang terjadi peperangan yang dikenal dengan Boeren Oorlog (perang petani) yaitu suatu peperangan yang dilakukan oleh petani Transvaal melawan penjajahan Inggris. Douwes Dekker bersama kakaknya kemudian bergabung menjadi tentara sukarelawan petani. Pada 1902 Douwes Dekker tertangkap oleh tentara Inggris dan di penjara di berbagai tempat di Afrika Selatan dan Srilanka. Oleh karena kesehatannya yang buruk, Douwes Dekker kemudian dikirim kembali ke Hindia Belanda.


Setibanya di Hindia Belanda, Douwes Dekker mempunyai keyakinan bahwa kemerdekaan suatu bangsa hanya dapat dicapai dengan kekuatan dan kesadaran rakyat sendiri. Douwes Dekker kemudian terjun ke dalam kancah perjuangan kemerdekaan bersama-sama rakyat Indonesia. Langkah pertama dari perjuangannya ditempuh dengan melakukan propaganda politik melalui media jurnalistik. Douwes Dekker kemudian bekerja sebagai penulis lepas di beberapa surat kabar. Kemudian dia bekerja sebagai redaktur pada surat kabar De Lokomotief dari Semarang, kemudian pindah sebagai redaktur di Surabaya’s Handelsblaad. Di surat kabar ini Douwes Dekker merasakan hanya sebagai alat kolonial yang dapat dibeli. Oleh karena tidak merasa cocok dengan pendiriannya Douwes Dekker mengundurkan diri dari Surabaya’s Handelsblaad.


Douwes Dekker kemudian menjadi editor pada Bataviaasch Nieuwsblad, di surat kabar ini dia merasa cocok sehingga dapat bekerja dengan baik. Karena prestasi kerjanya yang baik, maka Douwes Dekker kemudian diangkat menjadi pemimpin redaksi. Sebagai pemimpin redaksi Douwes Dekker kemudian mengangkat Suryopranoto, Cipto Mangunkusumo, Gunawan Mangunkusumo dan beberapa pelajar lainnya sebagai pembantu redaksi.[5]


B. Pemikiran Ernes Douwes Dekker


E.F.E Douwes Dekker yang merupakan seorang keturunan Belanda. keprihatinannya atas penindasan bangsa kolonial terhadap kaum Pribumi[6] mengetuk hati nuraninya untuk memperjuangkan kaum Indo (Keturunan Belanda) Pribumi dari segala diskriminasi. Ayahnya adalah seorang Belanda sementara Ibunya adalah keturunan Indonesia asli.[7] Douwes dekker sangatlah menentang adanya diskriminasi dari orang Belanda asli (orang Belanda yang ibu dan ayahnya keturunan Belanda asli) terhadap kaum Indo (keturunan Belanda Campuran) dan Pribumi (orang Indonesia asli).


Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa Douwes Dekker sangat menentang adanya pendiskriminasian dari kaum Belanda asli, bahkan Ia menghendaki adanya peleburan kaum indo (keturunan campuran Belanda) sehingga golongan Indo hilang dan menjadi golongan Pribumi. Sudah tentu ini sebagai bentuk kepedulian dan simpati yang baik bagi kaum pribumi Indonesia. Kaum Indo dan kaum Pribumi menyadari bahwa mereka terancam atas diskriminasi yang di lakukan oleh orang Belanda asli, ini mendorong adanya persatuan antara kaum Indo dan kaum Pribumi. ini diwujudkan melalui karangan karangan dalam het Tijdschrift kemudian de Express,[8] propagandanya meliputi, pelaksanaan suatu program untuk setiap gerakan politik yang sehat dengan tujuan menghapuskan perhubungan kolonial. Untuk itulah untuk melancarkan segalanya itu di butuhkan suatu wadah politik berbentuk partij, sehingga pada akhirnya muncul pemikiran untuk membentuk Indische Partij. Untuk melakukan propaganda tersebut tindakan nyata yang di lakukan Douwes Dekker yaitu melakukan perjalanan Propaganda yang di mulai dari pulau Jawa yang di mulai pada tanggal 15 september dan berakhir pada tanggal 3 oktober 1912.


Di sinilah awal pertemuan Douwes dekker dengan dr. Ciptomangunkusumo dan Suwardi Suryanigrat atau Ki Hajar Dewantara, dari pertemuan mereka ini terjadi pertukaran pemikiran dan diskusi mendalam mengenai pembinaan partai bercorak nasional.[9] Terjadi diskusi tentang dasar-dasar dan konsep dalam pembentukan partai bercorak nasional, uniknya pada saat itu Suwardi Suryangrat telah menjadi pemimpin Sarekat Islam cabang Bandung, tapi Suwardi Suryaingrat tetap menyatakan antusias dan dukungannya, serta juga memberi masukan dan pemikiran tentang partai bercorak nasional. Selain itu juga perjalanan Douwes Dekker juga sangat di dukung oleh pengurus Budi utomo di Yogjakarta. Selain itu juga ada banyak reksi surat kabar di Jawayang sangat mendukung berdirinya Indische Partij.


Dia ditawari menjadi reporter koran Semarang terkemuka, De Locomotief. Di sinilah ia mulai merintis kemampuannya dalam berorganisasi. Tugas-tugas jurnalistiknya, seperti ke perkebunan di Lebak dan kasus kelaparan di Indramayu, membuatnya mulai kritis terhadap kebijakan kolonial. Ketika ia menjadi staf redaksi Bataviaasch Nieuwsblad, 1907, tulisan-tulisannya menjadi semakin pro kaum Indo dan pribumi. Dua seri artikel yang tajam dibuatnya pada tahun 1908. Seri pertama artikel dimuat Februari 1908 di surat kabar Belanda Nieuwe Arnhemsche Courant setelah versi bahasa Jermannya dimuat di koran Jerman Das Freie Wort, "Het bankroet der ethische principes in Nederlandsch Oost-Indie" ("Kebangkrutan prinsip etis di Hindia Belanda") kemudian pindah di Bataviaasche Nieuwsblad. Sekitar tujuh bulan kemudian seri tulisan panas berikutnya muncul di surat kabar yang sama, "Hoe kan Holland het spoedigst zijn koloniën verliezen?" ("Bagaimana caranya Belanda dapat segera kehilangan koloni-koloninya?", versi Jermannya berjudul "Hollands kolonialer Untergang"). Kembali kebijakan politik etis dikritiknya. Tulisan-tulisan ini membuatnya mulai masuk dalam radar intelijen penguasa.


Aspek pendidikan tak luput dari perhatian Douwes Dekker. Pada 8 Maret 1910 ia turut membidani lahirnya Indische Universiteit Vereeniging (IUV), suatu badan penggalang dana untuk memungkinkan dibangunnya lembaga pendidikan tinggi (universitas) di Hindia Belanda.[10] Di dalam IUV terdapat orang Belanda, orang-orang Indo, aristokrat Banten dan perwakilan dari organisasi pendidikan kaum Tionghoa THHK.


Karena menganggap Budi Utomo terbatas pada masalah kebudayaan (Jawa),[11] Douwes Dekker tidak banyak terlibat di dalamnya. Sebagai seorang Indo, ia terdiskriminasi oleh orang Belanda murni ("totok" atau trekkers). Sebagai contoh, orang Indo tidak dapat menempati posisi-posisi kunci pemerintah karena tingkat pendidikannya. Mereka dapat mengisi posisi-posisi menengah dengan gaji lumayan tinggi. Untuk posisi yang sama, mereka mendapat gaji yang lebih tinggi daripada pribumi. Namun, akibat politik etis, posisi mereka dipersulit karena pemerintah koloni mulai memberikan tempat pada orang-orang pribumi untuk posisi-posisi yang biasanya diisi oleh Indo. Tentu saja pemberi gaji lebih suka memilih orang pribumi karena mereka dibayar lebih rendah. Keprihatinan orang Indo ini dimanfaatkan oleh Douwes Dekker untuk memasukkan idenya tentang pemerintahan Hindia Belanda oleh orang-orang asli Hindia Belanda (Indiërs) yang bercorak inklusif dan mendobrak batasan ras dan suku. Pandangan ini dapat dikatakan original, karena semua orang pada masa itu lebih aktif pada kelompok ras atau sukunya masing-masing.


Berangkat dari organisasi kaum Indo, Indische Bond dan Insulinde,[12] ia menyampaikan gagasan suatu "Indië" (Hindia) baru yang dipimpin oleh warganya sendiri, bukan oleh pendatang. Tetapi di kalangan Indo ia mendapat sambutan hangat hanya di kalangan kecil saja, karena sebagian besar dari mereka lebih suka dengan status quo, meskipun kaum Indo direndahkan oleh kelompok orang Eropa "murni" dan mereka masih dapat dilayani oleh pribumi.


C. Peran Ernest Douwes Dekker dalam Indische Partij.


Indische Partij didirikan pada tanggal 6 September 1912 di Bandung. Organisasi ini di dirikan sebenarnya ingin menggantikan sebagai organisasi kaum Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan pada tahun 1898. Perumusan gagasan itu yaitu E.F.E. Douwes Dekker yang kemudian terkenal dengan nama Danudirja Setyabudhi. 


Ketika di Jakarta Douwes Dekker banyak bergaul dengan pelajar STOVIA, sekolah dokter untuk bumiputera. Karena akrabnya, maka rumahnya yang terletak di Jl. Kramat, Jakarta seolah-olah digunakan menjadi “perpustakaan” oleh para pelajar Stovia. Para pelajar Stovia bahkan sering mengadakan diskusi dengan Douwes Dekker di tempat tersebut. Berkat bantuan pemuda-pemuda yang menjadi tokoh pergerakan nasional maka harian Bataviaasch Nieuwsblad menyediakan ruang untuk propaganda pergerakan nasional. 


Dalam Bataviaasch Nieuwsblad Douwes Dekker banyak menulis artikel yang bersifat membela kepentingan rakyat, dan juga mengecam politik pemerintah kolonial. Sebagai contohnya dia tidak setuju kaum kapitalis yang menghendaki tetap adanya tanah partikelir di daerah Pamanukan dan Ciasem, Douwes Dekker menyatakan bahwa adanya tanah pertikelir tersebut telah menyebabkan kesengsaraan di kalangan rakyat karena tuan tanah hanya menghitung keuntungan saja tanpa memperhatikan kepentingan rakyat.


Perbedaan sikap tersebut mengakibatkan Douwes Dekker keluar dari Bataviaasch Nieuwsblad. Selanjutnya dia mendirikan majalah yang dikelola sendiri yang bernama Het Tijdscrijft. Majalah tersebut terbit dua minggu sekali, bersifat ilmiah dan memuat soal-soal politik. Melalui majalah tersebut Douwes Dekker dapat mengemukakan pandangan-pandangannya dengan bebas. Oleh karena Het Tijdscrijft (1910) dianggap sudah tidak memadai lagi untuk menyampaikan gagasan-gagasan politiknya, maka Douwes Dekker kemudian mendirikan surat kabar De Expres pada tanggal 1 Maret1912 majalah dan harian tersebut ternyata mempunyai peran yang penting sebagai media massa untuk menyampaikan ide dan propaganda Indische Partij.[13]


Mulai pada tanggal15 September 1912 Douwes Dekker beserta kedua orang temannya (Brunsveld van Hulten dan van dar Poel) mengadakan perjalanan mengunjungi beberapa kota di Jawa dengan tujuan mempropagandakan perdirian organisasi politiknya (Indische Partij) yang baru didirikan pada tanggal 6 September 1912 di Bandung. Organisasi politik Indische Partij itu didirikan atas prakarsa Douwes Dekker setelah ia gagal membawa dua organisasi golongan Indo-Eropa kearah gerakan oposisi tehadap pemerintah.


Douwes Dekker telah membangunkan semangat bangsa Indonesia supaya memberontak dan melepaskan diri dari pemerintah kolonial, karenna jumlah Indo yang sedikit maka mereka harus menggabungkan diri kepada bangsa bumiputra dan berjuang besama-sama mereka.


Pada tanggal 15 September 1912 tiga tokoh penting Indische Partij (E.F.E. Douwes Dekker, Brunveld van Hulten dan van der Poel) mulai mengadakan perjalanan keliling untuk kepentingan partainya. Mereka mendatangi kota-kota Yogya, Madiun, Surabaya, Semarang, Pekalongan, Tegal dan Cirebon. Dari semua kota yang dikunjungi tersebut diadakan rapat yang selalu dihadiri oleh ribuan orang dari berbagai perhimpunan. 


Setelah perjalanan propaganda berakhir pada tanggal 3 oktober 1912 dan cabang-cabang Indische Partij mulai bermunculan maka pda tanggal 25 Desember 1912 diadakan musyawaratan wakil-wakil Indische Partij. Dalam permusyawaratan itu maka tersusunlah Anggaran Dasar dan pengurus Indische Partij . susunan pengurusnya sebagai berikut:


Ketua : E.F.E. Douwes Dekker


Wakil ketua : dr. Tjipto Mangunkusumo


Panitra : J.G. van Ham


Bendahara : G.P. Charli


Pembantu : J.R. Agerbeek dan J.D. Brunveld van Hulten


Dengan adanya Indische Partij untuk membangun patriotisme semua Indiers terhadap Tanah Airr, yang telah memberi lapangan hidup kepada meraka, agar mereka mendapat dorongan untuk bekerja sama atas dasar persamaan ketatanegaraan.


Douwes Dekker pada 25 Desember 1912 mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar Indische Partij mendapat pengesahan sebagai partai politik. Permohonan tersebut ditolak oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan alasan bahwa perkumpulan ini berdasarkan politik dan mengancam hendak merusak keamanan dan ketertiban. Pada 5 Maret 1913 Indische Partij mengajukan permintaan untuk kedua kalinya, tetapi usaha ini pun kembali mengalami kegagalan. Gubernur Jenderal Belanda menujukkan sikap yang jelas bahwa pemerintah tidak akan mengakui partai subvesif yang bertujuan menentang pemerintah kolonial untuk memerdekakan Hindia Belanda untuk warga Hindia Belanda. 


Karena Indische Partij sudah dinyatakan sebagi organisasi yang terlarang, maka pada tanggal 31 Maret 1913 pucuk pimpinannya mengambil keputusan untuk mebubarkan partai tersebut. Pesan terakhir E.F.E Douwes Dekker kepada para anggotanya, agar supaya mereka pindah kedalam perkumpulan Insulinde dengan berbekal Indische Partij. Ia menyadarkan kepada para bekas anggotanya bahwa sikap pemerintah yang telah dialami itu memberi kenyataan, bahwa kita membutuhkan suatu organisasi nasional, yang berdaya upaya hendak mencapai persamaan derajat untuk seluruh bangsa Hindia (Indiers), dan persiapan-persiapan yang nyata untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air.[14]



Daftar Pustaka

Internet :


http://civitasbook.com/singo.php?cb=non&_i=wall&id1=aaaaaaaatamu&id2=&id3=aaaaavip7_pahlawan diakses 22 Desember 2014 pukul 13:20


"DOUWES DEKKER, Ernest François Eugène, 1879–1950". Instituut voor Nederlandse Geschiedenis. Diakses 22 Desember 2014 pukul 13:25


"Danudirdja Setiabuddhi, 1879–1950". Kompas. diakses 22 Desember 2014 pukul 13:30


Buku :


Bambang Suwondo dkk. 1979. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur. Jakarta: Balai Pustaka.


Sartono kartodirjo. 1993. Sejarah pergerakan Nasional. Yogyakarta: Ombak.


[1] Ernes Douwes Dekker, diakses dari http://civitasbook.com/singo.php?cb=non&_i=wall&id1=aaaaaaaatamu&id2=&id3=aaaaavip7_pahlawan diakses 22 Desember 2014 pukul 13:20


[2] "DOUWES DEKKER, Ernest François Eugène, 1879–1950". Instituut voor Nederlandse Geschiedenis. Diakses 22 Desember 2014 pukul 13:25


[3] "Danudirdja Setiabuddhi, 1879–1950". Kompas. diakses 22 Desember 2014 pukul 13:30


[4] Bambang Suwondo dkk., Sejarah kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur, (Jakarta: Balai Pustaka, 1979), hlm. 57.


[5] Ibid. hlm. 57-58.


[6] Sartono Kartodirjo. Sejarah Pergerakan Nasional, (Yogyakarta: Ombak, 1993), hlm. 162.


[7] Op.Cit.


[8] Op. Cit. hlm. 62.


[9] Ibid.


[10] Ibid. hlm. 64.


[11] Op. Cit. hlm. 169.


[12] Op. Cit. hlm. 60.


[13] Op. Cit.


[14] Ibid. hlm. 60-65.
Title : Biografi Ernest Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi)
Description : Ernest Douwes Dekker  (Danudirja Setiabudi) A. Biografi Ernest Douwes Dekker. Ernest François Eugène Douwes Dekker lahir di Pas...

0 Response to "Biografi Ernest Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi)"

Facebook

Dilindungi