PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kyai Ahmad Siroj (M. Sirod), bagi masyarakat Solo dan sekitarnya cukup dikenal dengan sapaan mbah Siroj. Beliau selalu berpakaian khas dengan memakai iket (blangkon), berbaju putih, bersarung ‘wulung’ dan memakai ‘gamparan’ tinggi walau sedang bepergian jauh. Tidak hanya kekhasan dalam berpakaian, namun beliau dikenal juga sebagai seorang ulama yang arif, shaleh, dan mempunyai kharisma. Setiap ucapannya, konon memiliki sejumlah makna (sasmita). Bahkan di jajaran Kota Solo, beliau dikenal sebagai seorang Waliyullah dengan beberapa karomah yang dimilikinya.
Masyarakat Jawa sangat lekat dengan pengaruh-pengaruh budayanya dalam perilaku, yang sarat dengan perwujudan-perwujudan simbolisme simbolisme ala Jawa, mulai dari bahasa, tindakan, religi, dan filsafat. Yang semua itu seringkali berkembang menjadi sebuah mitos di dalam masyarakat. Mitos menguak suatu tabir misteri, mewahyukan peristiwa primordial yang masih selalu diceritakan dan diulang kembali pada waktu sekarang. Mitos merupakan model paradigmatis tentang apa yang terjadi in illo tempore; mitos memberikan contoh-contoh model arkhetipe-arkhetipe untuk dijadikan referensi tindakan serta sikap manusia sekarang. Pada taraf kebudayaan arkhais, pekerjaan apa saja yang dilakukan manusia mempunyai model yang adi-manusiawi, yaitu model karya para dewa (Hary Susanto, 1987: 71).
Mitos dan ritual adalah dua fenomena yang ada pada tingkah laku manusia yang selalu berjalan beriringan. Di mana ada ritual di situ ada mitos yang melatar belakanginya, Meskipun tidak semua ritual ada mitosnya. Para Antropolog yang menulis tentang mitos kebanyakan berpendapat bahwa kepentingan ritual harus dikenali, meskipun kepentingan atau prioritas ini tidak bersifat temporal. Boas menandaskan: “ritual sendiri merupakan rangsangan bagi lahirnya mitos. Ritual sudah ada, dan cerita muncul dari keinginan untuk menjelaskan keberadaan itu” (Mariasusai Dhavamony,1995: 183).
Penelitian ini menitikberatkan pada makna mitos, karena cerita rakyat memiliki kharisma dan keunikan (kekhasan) tersendiri. Satu hal yang membuat penulis tertarik meneliti tentang makna mitos adalah setiap orang dengan keyakinan yang berbeda-bada tentang mitos, menyebabkan setiap orang memiliki maknanya tersendiri tentang mitos yang mereka yakini. Selain itu bahwa mitos dari dahulu sampai sekarang masih dipercaya oleh masyarakat dan keunikan yang lain yaitu mengenai cara penyebarannya, melalui mulut ke mulut, dari narasumber atau sesepuh kepada murid-muridnya.
Rumusan Masalah
Masalah-masalah yang akan diteliti Mitos Tokoh penyebar Agama Islam Kyai Ahmad Siroj, Solo dirumuskan sebagai berikut:
1. Mitos apa saja yang berkembang di masyarakat, khususnya di Kota Solo?
2. Bagaimana Pengaruh Kyai Ahmad Siroj terhadap perkembangan Islam Khusunya di Kota Solo ?
Metode Penelitian
Metode penelitian yang saya gunakan adalah:
1. Sumber Data Penelitian.
2. Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data.
3. Observasi di Kompleks Pemakaman Pracimoloyo Makamhaji Kartasura Sukoharjo.
PEMBAHASAAN
Biografi Kyai Ahmad Siroj
Kiai Siraj Umar atau biasa dikenal dengan nama Mbah Siraj merupakan salah seorang ulama besar Solo, yang bahkan oleh banyak orang diyakini sebagai seorang waliyullah dengan beberapa karomah yang dimilikinya. Haul Mbah Siraj ini diperingati setiap 27 Muharram. Salah satu cucu Mbah Siraj, Nyai Hj Muhsinah binti Kiai Shoimuri, merupakan istri dari KH Cholil Bisri Rembang
Kyai Ahmad Siroj, bagi masyarakat Solo dan sekitarnya cukup dikenal dengan sapaan mbah Siroj. Beliau selalu berpakaian khas dengan memakai iket (blangkon), berbaju putih, bersarung ‘wulung’ dan memakai ‘gamparan’ tinggi walau sedang bepergian jauh.Tidak hanya kekhasan dalam berpakaian, namun beliau dikenal juga sebagai seorang ulama yang arif, shaleh, dan mempunyai kharisma. Setiap ucapannya, konon memiliki sejumlah makna (sasmita). Bahkan di jajaran Kota Solo, beliau dikenal sebagai seorang Waliyullah dengan beberapa karomah yang dimilikinya. Maka, berdasarkan kepribadian dan sikap hidup serta istiqamah beliau, banyak muridnya yang senantiasa menyelenggarakan haul untuk mengenang wafat beliau setiap tahunnya.
Putra Seorang Waliyullah
Kyai Ahmad Siroj merupakan putra Kyai Umar atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Pura, salah seorang Waliyullah. Makam Kyai Imam Pura berada di Susukan, Kabupaten Semarang. Menurut sumber yang ada, Kyai Imam Pura ini bila ditarik lebih adalah memiliki garis keturunan dengan Sunan Hasan Munadi, salah seorang paman R. Patah yang ditugaskan mengislamkan daerah lereng Gunung Merbabu sebelah utara, atau sekarang dikenal sebagai Desa Nyatnyono.
Kyai Ahmad Siroj mempunyai beberapa saudara, di antaranya adalah Kyai Kholil yang bermukim di Kauman, Solo, dan Kyai Djuwaidi yang bertempat tinggal di Tengaran, Kabupaten Semarang. Keduanya sudah almarhum.
Semasa mudanya, Kyai Ahmad Siroj selalu ta’dhim pada gurunya. Bila berjanji selalu ditepati. Bila berkesanggupan, pasti dijalani. Sejak kecil memang beliau telah kelihatan menonjol bila dibandingkan dengan teman-teman seusianya.
Beliau bergaul dengan semua lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, agama, ras maupun status sosial dan kelompok moral macam apapun. Dengan penjual bakso di Notosuman yang beragama Khatolik dan seorang Tionghoa, beliau berhubungan baik dan saling berkunjung. Bahkan hingga kini setiap ada haulnya Kyai Ahmad Siroj, penjual bakso tersebut berkenan mengirim tiga kambing serta beberapa kuintal beras untuk menyukseskan acara haul tersebut.
Dengan Romo Petrus Sugiyanto, dijalin juga persahabatan. Kyai Ahmad Siroj sering diundang makan dan sering melakukan sholat di rumahnya. Begitupun Romo tersebut sering mengunjungi beliau. Kyai Ahmad Siroj tidak segan makan satu piring dengan santrinya atau orang yang menginginkan mendekati beliau. Bila mereka butuh uang, beliau tidak segan-segan membantunya. Sebaliknya, bila beliau meminta uang, bukan untuk diri pribadi tapi untuk orang lain yang membutuhkannya.
Ahli Ibadah
Sewaktu masih muda, Kyai Ahmad Siroj berguru kepada beberapa ulama besar. Di Pesantren Mangunsari yang berada di Nganjuk, Jawa Timur, beliau menimba ilmu kepada Kyai Bahri. Di Pesantren Tremas yang berlokasi di Pacitan, Jawa Timur, beliau berguru kepada K.H. Dimyati At-Tirmizi, dan di Semarang, beliau berguru kepada Kyai Sholeh Darat. Kyai Ahmad Siroj termasuk pengikut Tariqah Qadariyah Naqsabandiyah sebagaimana yang diamalkan oleh Syekh Abdul Qadir Jaelani.
Beliau terkenal sebagai ahli ibadah. Beliau senantiasa berjamaah shalat lima waktu, jarang sekali beliau shalat sendirian. Shalat sunnah rawatib, qabliyah dan ba’diyah selalu dijalankan secara lengkap. Yang empat rakaat dijalankan empat rakaat.
Semasa hidup, beliau mendirikan Pesantren di Jalan Honggowongso 57 Kelurahan Panularan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah di atas tanah seluas 200 m². Kitab yang diajarkan oleh beliau, selain Al-Qur’an dan Hadits adalah Sullamut Taufiq, Safinatun-Najah, Duratul-bahiyyah dan Fathul Qorib. Selain itu, banyak pula ajaran beliau yang sifatnya hafalan.
Mitos yang Bekembang di Masyarakat
Secara lahiriah, Kyai Ahmad Siroj belum pernah menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Tetapi banyak orang yang ke tanah suci Mekkah bertemu beliau di sana. K.H. Bulqin Zuhdi, salah seorang murid pertama Kyai Ahmad Siroj yang bermukim di Nglangak, Gemolong, Sragen menceritakan bahwa pada tahun 1937 dirinya menunaikan ibadah haji. Berangkat dengan naik kapal laut bersama 1960 orang jamaah haji lainnya. Sehabis makan siang, Kyai Bulqin berkata dalam hati, bila sampai di Mekkah pada hari Jumat waktu subuh, akan dicarinya mBah Siroj. Sebab, sering didengarnya ada seorang waliyullah sering shalat subuh di Mekkah pada hari Jumat. Sesaat kemudian, tiba-tiba datanglah Kyai Ahmad Siroj menemuinya di kapal. Ditanyakan antara lain, siapakah syekhnya di tanah suci nanti. Setelah berbincang sejenak, Kyai Ahmad Siroj tidak dilihatnya lagi. Sudah barang tentu, muridnya tersebut merasa keheranan.
Berjalan Luar Biasa Cepatnya
Waktu Kyai Shoimuri, putra Kyai Ahmad Siroj selesai mengadakan akad nikah dengan Nyai Latifah di daerah Boyolali, rombongan Kyai Ahmad Siroj segera berkehendak pulang ke Solo bersama 33 santrinya. Kyai Bulqin, salah seorang murid santrinya, disuruh mengantarkan pulang rombongan Nyai Siroj dengan naik kereta api. Ia disuruh berangkat lebih dahulu, sedangkan Kyai Ahmad Siroj akan menyusul dengan jalan kaki. Anehnya, setiba di Solo, rombongan Kyai Bulqin baru sampai Ngapeman, mBah Siroj sudah berada di sampai di rumahnya yang berada di Panularan, Laweyan, Solo. Bagaimana itu dapat terjadi, pikir para rombongan yang brangkat lebih dahulu tersebut.
Nasi Satu Kendil
Suatu ketika Kyai Ahmad Siroj bepergian bersama 24 santrinya ke Susukan, Kabupaten Semarang dari Solo. Tuan rumah yang dikunjungi termasuk orang tidak mampu (miskin). Untuk memuliakan tamu, dimasakkannya oleh Abdus-Syakur, tuan rumah, satu kendil nasi. Karena nasi terbatas, Kyai Ahmad Siroj sendirilah yang dipersilahkan makan dalam kamar.
Kyai Ahmad Siroj tidak bersedia. Nasi diminta dihidangkan ruang depan di mana beliau dan santrinya sedang duduk bersila. Nasi satu kendil itu dibagi-bagikan kepada semua tamu. Anehnya, setiap orang mendapatkan satu piring penuh, cukup untuk makan kenyang.
Pintu Terkunci, Bisa Masuk
Suatu hari Kyai Abdus-Syakur pergi ke Desa Petak untuk mendatangi acara syukuran perkawinan. Ahmad Siroj yang masih bocah di kala itu disuruh tinggal di rumah. Alangkah terkejutnya, sesampai di tempat upacara perkawinan, ternyata Ahmad Siroj telah berada di situ. Seusai upacara perkawinan, Kyai Abdus-Syakur pun pulang lebih dahulu. Tidak kurang herannya, sesampai di rumah, Ahmad Siroj telah berada di dalam rumah. Lalu, hal itu ditanyakan kepada Ahmad Siroj, dan dijawab “Kang, jarene aku kon tunggu omah.” (Kak, katanya saya disuruh nunggu rumah).
Meski Hujan Tak Basah
Bersama dua santrinya, suatu ketika Kyai Ahmad Siroj bepergian ke Desa Penggung. Ketika pulang, di tengah jalan turunlah hujan lebat. Terpaksalah berhenti, mampir ke Desa Grabagan. Kedua santri yang mengikuti Kyai Siroj basah kuyup bajunya, tetapi Kyai Ahmad Siroj tidak apa-apa, tetap kering bajunya.
Bak Air Kosong, Penuh Tiba-Tiba
Pada suatu ketika, Kyai Ahmad Siroj sedang berkunjung ke rumah Muhyi di Cepogo. Bak air (pengaron) yang berada di rumahnya, diminta oleh Kyai Ahmad Siroj untuk dibersihkan agar supaya bisa diisi dengan air. Setelah pengaron bersih, Muhyi lalu pergi ke sumur untuk mengambil air guna diisikan pada pengaron tadi. Namun, alangkah terkejutnya ketika Muhyi hendak menuangkan air ke dalam pengaron tersebut, ternyata pengaron kosong tadi telah penuh berisi air.
Meninggal, Beri Impian
Ketika Kyai Ahmad Siroj sakit yang selanjutnya meninggal dunia pada Senin Pahing, 27 Muharram 138 H atau 10 Juni 1961, Kyai Zaenal Makarim (Karang Gede) mimpi bertemu Kyai Ahmad Siroj. Terperanjatlah Kyai Zaenal Makarim, lalu seketika beliau berangkat ke Solo untuk menjenguk Kyai Ahmad Siroj. Sesampai di Solo, ternyata jenazah telah diberangkatkan sampai di Jalan Rajiman, Kadipolo.
Kejadian serupa juga dialami oleh Sayyid Abdullah di Kepatihan, Solo. Pada pagi hari itu, sekitar pukul 05.00 mimpi didatangi Kyai Ahmad Siroj. Alangkah terkejutnya Sang Habib. Seketika itu pula, Sayyid Abdullah pergi ke Panularan di mana rumah Kyai Ahmad Siroj. Ternyata dapat berita, bahwa Kyai Ahmad Siroj telah meninggal dunia pada pukul 04.00 pagi hari itu.
Kyai Ahmad Siroj dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Makam Haji, Kartasura, Sukoharjo. Semasa hidup, Kyai Ahmad Siroj tidak pernah mengaku sebagai seorang waliyullah secara pribadi. Namun, banyak orang mengakui kewalian almarhum. Karena masih banyak cerita di masyarakat Solo perihal ‘keistimewaan’ Kyai Ahmad Siroj dalam kepribadiannya.
PENUTUP
Kyai Ahmad Siroj ulama besar dari Solo yang semasa hidupnya banyak membuat tanda-tanda yang dipercaya oleh para pengikutnya sebagai suatu pertanda bahwa Kyai Ahmad Siroj adalah seorang yang hampr sama dengan tokoh wali songo. Banyak hal yang membuat Kyai Ahmad Siroj sangat dikenang, salah satunya ia dekenal sebagai ulama yang sangat baik, tidak pernah membeda-bedakan. Terbukti ia berteman baik dengan Romo dari kota Solo pada masa itu.
Banyak kepercayaan yang berkembang dimasyarakat membuktikan bahwa Kyai Ahmad Siroj adalah seorang yang memiliki karisma, dan melalui kepercayaan yang berkembang dengan sendirinya meligitimasi tokoh Kyai Ahmad Siroj sebagai tokoh yang sangat berjasa bagi perkembangan agama Islam khususnya di kota Solo dan Sekitarnya. Dibuktikan dengan banyaknya orang yang berziarah ke Makam Kyai Ahmad Siroj di Kompleks Pemakaman Pracimoloyo Makamhaji Kartasura Sukoharjo.
Daftar Referensi
Buku:
Dhavamony, Mariasuasi. 1995. Fenomenologi Agama.Yogyakarta : Kanisius
Hakim Adnan. 1989. Mengenang Jejak Kyai Ahmad Siroj/Sala Masyhur: Waliyullah, Berkaromah Banyak (1878-1981/83 Tahun). Sala: Pondok Pesantren As-Siroj.
Susanto, P.S. Hary. 1987. Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta: Kanisius
Internet:
http://kekunaan.blogspot.com/2013/01/kyai-ahmad-siroj.html, Diakses 20 April 2015 Pukul 20.00 Wib.
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,48518-lang,id-c,daerah-t,Haul+Mbah+Siraj+Solo+Diperingati-.phpx, Diakses 20 April 2015 Pukul 20.00 Wib.
Wawancara:
Mbak Kotijah, Juru Kunci Makam Kyai Ahmad Siroj di Kompleks Pemakaman Pracimoloyo Makamhaji Kartasura Sukoharjo.
Masyarakat disekitar Pemakaman Pracimoloyo Makamhaji Kartasura Sukoharjo
Lampiran:
Gambar 1. Makam Kyai Ahmad Siroj gambar 2. Batu Nisan Kyai Ahmad Sirod.
di Kompleks Pemakaman Pracimoloyo
Makamhaji Kartasura Sukoharjo.
Gambar 3. Pondok Jl Honggowongso RT 04/ RW 08 Panularan Solo,
Pondok Pesantren As Siraj.
Description : PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kyai Ahmad Siroj (M. Sirod), bagi masyarakat Solo dan sekitarnya cukup dikenal dengan sapaan mbah Sir...
0 Response to "Contoh Makalah Tokoh Penyebar Agama Islam (Kyai Ahmad Siroj)"