BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia bergejolak pada tahun 1998 menyusul krisis moneter yang melanda indonesia saat itu. Penolakan Soeharto sebagai Presiden kembali, memprotes kenaikan harga-harga, dan mendesak untuk dilaksanakannya Reformasi. Hal itu memicu para mahasiswa di berbagai kampus di Indonesia melakukan aksi demonstrasi untuk menurunkan Soeharto.
Unjuk rasa bedarah itu terjadi di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) dan institut keguruan dan ilmu pendidikan (IKIP) yang lokasinya berseberangan. Disini para pengunjuk rasa juga memprotes kekerasan aparat Massa Rakyat Bentrok dengan Aparat ABRI, di lokasi tersebut.
Pembubaran secara paksa yang dilakukan oleh pihak keamanan dengan melakukan penyerbuan yang dibuka oleh panser penyemprot air dan tembakan gas air mata terhadap pengunjuk rasa di depan Hotel Radison yang terletak di pertigaan antara Jl. Gejayan dan Jl. Kolombo. Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan dan bahkan bom molotov pada sore itu di sekitar Jalan Gejayan.
B. Rumusan Masalah
1. Agar dapat mengetahui secara mendalam demo yang terjadi pada tahun 1998 di Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui secara rinci dan jelas demo yang dilakukan mahasiswa UGM tahun 1998.
3. Untuk mengetahui fakta demo yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 1998 yang dilakukan oleh para Mahasiswa.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Sejarah.
2. Untuk menumbuhkan kesadaran terhadap masyarakat supaya mengerti tentang peristiwa 1998 di Yogyakarta.
3. Melatih kedisiplinan dan melatih sifat tanggung jawab.
BAB II
A. Pembahasan
Demo yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 1998 merupakan bentrokan berdarah dalam demonstrasi menuntut reformasi dan turunnya Presiden Soeharto. Bentrokan ini berlangsung hingga malam hari. Kekerasan aparat menyebabkan ratusan korban luka dan satu orang Moses Gatutkaca meninggal dunia.
Mahasiswa Universitas Gajah Mada Yogyakarta melakukan demonstrasi di bundaran kampus UGM berlangsung dengan tertib tersebut menyampaikan pernyataaan keprihatinan mahasiswa atas kondisi perekonomian saat itu yang dilanda krisis moneter, penolakan Soeharto sebagai Presiden kembali, memprotes kenaikan harga-harga, dan mendesak untuk dilaksanakannya Reformasi. Unjuk rasa bedarah itu terjadi di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) dan institut keguruan dan ilmu pendidikan (IKIP) yang lokasinya berseberangan.
Disini para pengunjuk rasa juga memprotes kekerasan aparat yang terjadi pada 5 Mei 1998 (Massa Rakyat Bentrok dengan Aparat ABRI), di lokasi tersebut. Menjelang sore hari mereka ingin bergerak menuju kampus UGM untuk menggabungkan diri melakukan unjuk rasa di sana. Ternyata aparat keamanan tidak mengijinkan dan berhadap-hadapan dengan mahasiswa yang bergabung dengan masyarakat.
Bentrokan meletus sekitar sore hari. Ratusan petugas keamanan membubarkan secara paksa dengan melakukan penyerbuan yang dibuka oleh panser penyemprot air dan tembakan gas air mata terhadap pengunjuk rasa di depan Hotel Radison yang terletak di pertigaan antara Jl. Gejayan dan Jl. Kolombo. Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan dan bahkan bom molotov pada sore itu di sekitar Jalan Gejayan, yang membentang dari perempatan Jalan Ring Road Utara hingga perempatan Jalan Adi Sutjipto dan Jalan Urip Sumoharjo. Tempat ini menjadi ajang pertarungan antara pengunjuk rasa dengan aparat yang mencegah mereka bergabung ke UGM.
Aparat secara membabi buta memukuli setiap orang yang ada di lokasi, termasuk pedagang kaki lima dan penduduk setempat. Selama bentrokan berlangsung aparat melakukan pengejaran terhadap mahasiswa hingga memasuki kompleks kampus Sanata Dharma dan IKIP Negeri, sejumlah fasilitas kampus rusak saat petugas memasuki kompleks kampus.
Mahasiswa tetap melakukan aksinya meskipun diguyur hujan yang sangat lebat sekitar 15 menit, dan bahkan mereka ingin memaksakan turun kejalan. Tak lama kemudian entah siapa yang mendahuluinya, tiba-tiba mahasiswa yang tak jelas asalnya dan kelompok tersebut mulai melempari batu kearah petugas keamanan. Para petugas keamanan yang bersenjatakan perisai tersebut hanya menagkis dan bertahan ditempatnya. Hujan batu kearah keamanan terus berlanjut dan sebagian orang melempar petasan ke arah polisi, tercatat tiga kali ledakan didepan barisan polisi.
Menurut saksi mata mahasiswa, pernyataan bahwa kejadian hari tersebut ditemukan adanya bendera fretilin, hal itu ulah petugas intel yang mempolitisir aksi tersebut. Karena sampai hari ini tidak ada mahasiswa yang tahu bagaimana ujud bendera fretilin. Aksi kekerasan kedua terjadi pada keesokan harinya, kembali terjadi bentrok fisik antara petugas keamanan dengan mahasiswa.
Tim negosisasi dari IMMY menemui Danrem 074/Pamungkas, Kol (inf) Djoko Santoso, meminta Danrem membubarkan pasukannya. Djoko Santoso sudah menjanjikan akan menarik pasukannya dalam 20 menit dengan catatan pengunjuk rasa membubarkan diri. Belum sampai 20 menit, tiba-tiba terlihat Bom air mata dilemparkan kearah kerumunan mahasiswa. Serempak, polisi anti huru-hara dan tentara Antileri Medan serta Batalyon 403 mengejar mahasiswa yang segera berhamburan masuk kampus UGM. Aparat keamanan harus mengejar mahasiswa hingga ke Gelanggang Mahasiswa. Pusat kegiatan Mahasiswa UGM. Dalam serangan membabi buta, kaca-kaca bangunan gelanggang parah, gerbang gedung Kagama roboh.
Puluhan sepeda motor rusak karena ditendang dan digebuki oleh aparat keamanan. Dalam aksi tersebut petugas menangkap seorang pemuda berseragam pelajar SLTA, ternyata adalah anak lulusan SD pengangguran. Menurut pngakuannya, dia mengaku dibayar Rp5000, oleh seseorang berambut gondrong di Malioboro, untuk ikut demo. Pengurus Senat Mahasiwa UGM akan menuntut tindakan brutal tersebut karena bertentangan dengan Pancasila dan Hak Asasi Manusia.
Aksi ketiga terjadi hari Sabtu, aksi keprihatinan terjadi di halaman Balairung (kantor rektorat UGM), diikuti sekitar 10.000 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Aksi ini berjalan tertib. Dua orang intel tertangkap basah, karena kebodohan dia dengan menyombongkan pistol dan pisaunya, dan tidak dapat menunjukan identitas mahasiswanya. Akhirnya dipukuli dan diinjak-injak masa, yang seorang melarikan diri tetapi tertangkap juga dan dipukuli oleh peserta demo.
Pada masa pemerintahan Soeharto, praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme merajalela di panggung politik yang hanya diisi oleh keluarga pejabat politik itu sendiri, sehingga KKN dapat dilakukan secara bebas dan berkelanjutan. Memang pada awal pemerintahannya, Soeharto mampu membawa Indonesia mengalami surplus beras. Pembangunan ekonomi juga meningkat namun yang menjadi masalah adalah tidakmeratanya pembangunan tersebut. Dalam kata lain, pejabat yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. KKN yang dilakukan oleh pemerintah berdampak langsung pada masyarakat yang tidak berdaya, tidandai dengan harga pangan yang naik namun tidak disertai dengan kemampuan daya beli masyarakat.
Pemusatan kekuasaan yang dilakukan oleh Soeharto, membuat dirinya seolah menjadi satu-satunya sosok yang patut dituruti dan dihargai. Siapa yang berani menentang akan berhadapan dengan ABRI.
Pada saat itu semua kebebasan masyarakat diblokade. Mahasiwa yang seharusnya menjadi kelompok-kelompok yang kritis di halangi pola pikirnya. Soeharto menggunakan kekuatan militer bagi siapa saja yang berani menentangnya. Jarang ada mahasiswa yang berani angkat bicara pada rapat-rapat yang diadakan antara mahasiswa dengan pemerintah. Karena takut ditangkap atau dipenjara, bahkan disingkirkan bila dianggap kritis. Maka dengan demikian terjadilah political violence dalam praktik-praktik kehidupan politik pada masa orde baru. Contohnya seperti penculikan yang bahkan hingga kini tidak jelas siapa pelakunya dan korban tidak juga dapat ditemukan.
Keinginan untuk meruntuhkan rezim Soeharto disebabkan keinginan masyarakat untuk bebas dan merasakan demokrasi. Itu berarti untuk memunculkan demokrasi harus disertai terwujudnya civil society, yaitu masyarakat yang berdaya dalam memonitori jalannya pemerintahan, bukan masyarakat yang hanya diperdaya oleh penguasa-penguasa politik, dengan arti lain masyarakat harus mandiri demi kesejahteraan mereka sendiri.
Penurunan peran sosial-politik-militer dianggap penting karena sudah seharusnya militer bersifat netral dan tidak memiliki keberpihakan pada siapapun. Hal ini bertujuan agar militer bekerja sebagaimana fungsinya yaitu membela dan melindungi seluruh warga negara tanpa alasan kepentingan apapun. Karena ketika militer terjun ke dalam arena politik, maka tidak dapat dihindari bahwa netralitas yang seharusnya mereka milik menjadi redam.
Kemudian penegakan HAM tidak kalah pentingnya dengan syarat sebelumnya, dimana harus ada pengusutan yang tuntas terhadap pelanggaran HAM pada masa lalu, sebagaimana kita ketahui pada masa pemerintahan Soeharto begitu banyak terjadi pelanggaran HAM, terbukti dengan banyaknya aktifis dan mahasiswa kritis yang menghilang setelah mereka menyuarakan pendapat mereka secara berani untuk mengkritisi keadaan pemerintahan.
Dari ketiga komponen di atas, hanya satu yang berhasil dilakukan di Indonesia, yaitu penghapusan dwifungsi ABRI sebagaimana agenda reformasi yang dirumuskan oleh mahasiswa dan para akademisi secara intelektual, dan hingga kini ABRI tidak memiliki hak suara dalam pemilihan umum. Usutan mengenai pelanggaran HAM masa lalu hanya menjadi wacana hingga kini dan tidak ada sanksi yang tegas bagi para pelaku. Seolah-olah semua telah sepakat untuk bungkam dan menutup rapat-rapat masa kelam itu.
Dengan maraknya aksi di semua kampus perguruan tinggi, sebenarnya aparat keamanan harus mengerti dan memiliki nurani, bahwa ini adalah keprihatinan semua bangsa Indonesia, terutama para rakyat kecil. Sehingga harus ditangani dengan peruh arif bijaksana.Semua perlengkapan ABRI dibeli dan dibayar oleh uang negara yang dipungut pula dari rakyat Indonesia. Sedangkan Dr.Riswanda Imawan menegaskan dan mengingatkan slogan ABRI bahwa apa yang baik untuk rakyat adalah baik untuk ABRI. Sehingga fungsi ABRI adalah untuk melindungi rakyat Indonesia ini, bukan menjadi kaki-tangan penguasa ataupun pengusaha.
Sementara dengan adanya isu pemotongan gaji pokok sebesar 50% pada dosen. Golongan IV (penerimaan bersih sekitar rp. 700 ribu sampai rp.1juta per bulan untuk profesor, alias hanya USD 100,-), telah menimbulkan reaksi keras dikalangan dosen. Kebijaksanaan pemerintah sudah sangat ngawur dan tidak logis. Jika terjadi, seluruh dosen akan menghentikan kegiatan kuliah maupun praktikum sampai waktu yang telah ditentukan.
Kejadian 12 Mei 1998, tidak akan pernah dapat kita lupakan karena telah memakan banyak korban. Gerakan yang keras dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat ini juga menyebabkan kerusuhan besar-besaran, yang kita kenal dengan kerusuhan Mei 1998.
Ditandai dengan penjarahan beberapa Mall, pembakaran swalayan, penganiayaan dan pemerkosaan terhadap etnis tionghoa, juga penghancuran toko-toko milik etnis tionghoa. Saat itu kondisi Indonesia benar-benar kacau secara social-politik-dan ekonomi. Kerusuhan besar terjadi terutama di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya seperti Yogyakarta dan solo. Banyak pelanggaran HAM berat yang dilakukan baik oleh aparat maupun masyarakat sipil itu sendiri yang tidak kunjung di usut hingga saat ini.
Mengenai pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat maupun pemerintah, banyak keluarga korban yang merasa kecewa dengan ketidaktegasan hukum dalam mengusut masalah ini. Banyak keluarga yang hingga kini tidak mengetahui keberadaan anaknya, atau ada juga keluarga lainnya yang masih merasa kehilangan anaknya yang meninggal saat kejadian pembrontakan. Seperti yang telah diketahui oleh masyarakat umum, Prabowo Subianto merupakan salah satu pelaku pelanggar HAM berat yang hingga kini masih berkiprah dalam dunia politik.
Mungkin menurut pelaku pelanggaran HAM tersebut, yang mereka lakukan pada waktu itu benar dan memang dibutuhkan dalam suasana seperti itu. Tetapi jika dilihat dari konsep keamanan dan Hak Asasi Manusia, alasan tersebut tidak dapat diterima, terlebih alasan Presiden mempertahankan jabatannya tidak membawa perbaikan di Indonesia, malah justru sebaliknya. Namun kekacauan itu semua tidak sia-sia dan terbayar dengan terbukanya keran demokrasi yang telah kita rasakan saat ini. Siapa sangka rezim yang begitu kokoh dan dipagari oleh angkatan bersenjata dapat tumbang. Dimana ada keinginan yang terwujud, pasti ada sesuatu yang harus dikorbankan. Dan pengorbanan yang dilakukan oleh mahasiswa pada Mei 1998 tidak sia-sia.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Demo yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 1998 merupakan bentrokan berdarah dalam demonstrasi menuntut reformasi. Demo yang dilakukan mahasiswa UGM untuk penolakan Soeharto sebagai Presiden kembali, memprotes kenaikan harga-harga, dan mendesak untuk dilaksanakannya Reformasi.
Pelanggaran HAM yang terjadi perlu diusut dan harus diberikan sanksi yang tegas kepada pelakunya untuk mengantisipasi pelanggaran HAM yang kemungkinan terjadi dimasa yang akan datang. Saat itu kondisi Indonesia sangat kacau, terjadi pengekangan dalam berpendapat, pelanggaran HAM, dan krisis ekonomi yang cukup parah. Banyak pelanggaran HAM berat yang dilakukan baik oleh aparat maupun masyarakat sipil itu sendiri yang tidak kunjung di usut hingga saat ini.
Saat itu mahasiswa yang kritis dan dianggap berbahaya bagi pemerintah ditangkap, diculik, bahkan dipenjara. Banyak hal yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto untuk menghambat pola pikir mereka yang kritis, seperti membuat NKK dan SKS. Yang memicu terjadinya gerakan mahasiswa tersebut adalah krisis moneter yang sudah semakin parah di negara ini dan dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat.
Daftar Pustaka
Koran:
“Demo di Yogyakarta kembali rusuh”, Solopos, 4 April 1998. Hal 1.
“Aparat diminta hindari bentrokan”, Solopos, 4 April 1998. Hal 1.
“Komnas HAM usut insiden UGM”, solopos, 4 April 1998. Hal 1.
“Ada indikasi langgar HAM kasus Yogyakarta”, Solopos, 4 April 1998. Hal 1.
Internet:
http://ww.oocities.org/capitolhill/3925/sd8/mundurnya_8.html diakses pada 01 Oktober 2014 Pukul 15.00 WIB
diakses pada 01 Desember 2014 Pukul 15.15 WIB
http://sebelasipadualabsky.blogspot.com/2011/05/saya-dan-saksi-sejarah-kerusuhan-mei.html diakses pada 01 Desember 2014 Pukul 15.40 WIB
diakses pada 01 Desember 2014 Pukul 16.00 WIB
http://pipmi.tripod.com/berita_geliat_baru_pers_mahasiswa.htm diakses pada 01 Desember 2014 Pukul 16.25 WIB
diakses pada 01 Desember 2014 Pukul 16.45 WIB
febasfi.blogspot.com/2012/11/gerakan-mahasiswa-1998-dan runtuhnya_14.html diakses pada 01 Desember 2014 Pukul 19.00 WIB
Skrip Wawancara
Lampiran
Narasumber pertama
Identitas orang
Nama : Zumri
Alamat : Sangkrah, Solo, Surakarta
Tempat, tanggal lahir : 21 Maret 1972
Pekerjaan : PNS
Wawancara
Pewawancara : “Selamat pagi pak.?”
Narasumber : “Selamat pagi juga mas”
Pewawancara : “Saya dari UNS jurusan Ilmu Sejarah pak, saya mendapatkan tugas wawancara tentang demonstrasi gerakan mahasiswa pada Mei 1998 di Yogyakarta. Apa yang bapak ketahui tentang peristiwa demonstrasi gerakan mahasiswa pada Mei 1998 pak.?”
Narasumber : “Demo yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 1998 merupakan bentrokan berdarah dalam demonstrasi menuntut reformasi dan turunnya Presiden Soeharto. Bentrokan ini berlangsung hingga malam hari. Mahasiswa Universitas Gajah Mada Yogyakarta melakukan demonstrasi di bundaran kampus UGM. Demonstrasi yang berlangsung dengan tertib tersebut menyampaikan pernyataaan keprihatinan mahasiswa atas kondisi perekonomian saat itu yang dilanda krisis moneter, penolakan Soeharto sebagai Presiden kembali, memprotes kenaikan harga-harga, dan mendesak untuk dilaksanakannya Reformasi.
Pewawancara : “Di dalam demosntrasi tersebut apakah ada korban jiwa pak.?”
Narasumber : “Ada mas sampe ada satu orang meninggal dunia mas, dan ratusan korban luka-luka mas.”
Pewawancara : “la yang meninggal itu siapa pak.?”
Narasumber : “Satu orang Moses Gatutkaca mas.
Pewawancara : “Itu bentrokan antara sapa dengan sapa pak.?”
Narasumber : “Bentrokan itu antara mahasiswa dengan aparat keamanan mas.
Pewawancara : “Tempat unjuk rasa berdarah itu terjadi dimana aja pak.?”
Narasumber : “Unjuk rasa bedarah itu terjadi di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) dan institut keguruan dan ilmu pendidikan (IKIP) yang lokasinya saling berseberangan mas.”
Pewawancara : “Apa saja yang yang dilakukan pengunjuk rasa di kampus UGM dan IKIP mas,?”
Narasumber : “Disini para pengunjuk rasa juga memprotes kekerasan aparat yang terjadi pada 5 Mei 1998 (Massa Rakyat Bentrok dengan Aparat ABRI), di lokasi tersebut mas.”
Pewawancara : “Demosntrasi tersebut dilakukan oleh mahasiswa UGM saja, apa ada gabungan dari berbagai kampus pak.?”
Narasumber : “Itu gabungan mas ada yang dari UGM, Sanata Dharma, LMMY dan IKIP mas.”
Pewawancara : “Para mahasiswa yang melakukan demonstransi itu pada akhirnya dibubarkan oleh aparat atau bubar sendiri pak.?”
Narasumber : “Para mahasiswa yang demonstrasi itu dibubarkan secara paksa oleh ratusan petugas keamanan dengan melakukan penyerbuan yang dibuka oleh panser penyemprot air dan tembakan gas air mata terhadap pengunjuk rasa di depan Hotel Radison.”
Pewawancara : “Di dalam aksi pembubaran itu para mahasiswa apakah tinggal diam saja pak.?”
Narasumber : “Enggak mas, para Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan dan bahkan bom molotov pada sore itu di sekitar Jalan Gejayan, yang membentang dari perempatan Jalan Ring Road Utara hingga perempatan Jalan Adi Sutjipto dan Jalan Urip Sumoharjo.”
Pewawancara : “Terimakasih atas waktunya pak.?”
Narasumber : “Iya mas sama-sama.”
Skrip Wawancara
Lampiran
Narasumber Kedua
Identitas Orang
Nama : Supriyadi
Alamat : Teras, Boyolali
Tempat, tanggal lahir : 12 april 1970
Pekerjaan : Pengusaha
Wawancara
Pewawancara : “Selamat siang pak.?”
Narasumber : “Selamat siang juga mas”
Pewawancara : “Saya dari UNS jurusan Ilmu Sejarah pak, saya mendapatkan tugas wawancara tentang demonstrasi gerakan mahasiswa pada Mei 1998 di Yogyakarta pak. Apa yang bapak ketahui tentang peristiwa demonstrasi gerakan mahasiswa pada Mei 1998 pak.?”
Narasumber : “Demo itu dimulai karena para mahasiswa membacakan pernyataan bersama soal keprihatinan di negeri ini dan terjadi provokasi yang dilakukan intel-intel yang berada diantara mahasiswa dengan melempari aparat keamanan yang berjaga-jaga di depan boulevard. Aparat keamanan mundur, dan mobil panser Scorpion buatan Inggris menyerang mahasiswa, menabrak dan melindas apa saja yang berada di depannya. Aparat militer bersenjata lengkap menyerbu mahasiswa. Mereka memukuli, menangkap, menyeret siapa saja yang berada di dekat mereka. Peristiwa di Yogyakarta itu, memang mengerikan. Mahasiswa yang tak terbiasa dengan cara-cara militer, dihadapi dengan kekerasan, seolah musuh yang harus dibasmi.
Pewawancara : “Di dalam peristiwa itu apakah ada korban jiwa pak.?”
Narasumber : “Ada mas, akibatnya 2 orang mengalami koma dan hampir mati dan ada yang diseret sejauh 300 meter, sambil diinjak-injak, dan dipukul. Para petugas itu juga meneriaki, "mati kau, mati kau.”
Pewawancara : “Apakah waktu demo itu terjadi rektor UGM diam saja pak.?”
Narasumber : “Enggak mas, Rektor baru UGM Prof Ichlasul Amal, menyatakan bahwa sebenarnya mahasiswa UGM itu manut/ mudah menurut dengan perintah pihak rektorat. Mereka tidak akan melebihi garis demarkasi kesepakatan batas kampus dan area umum, tetapi justru pihak keamanan yang mulai melanggar kesepakatan.”
Pewawancara : “Apakah dengan pernyataan Rektor baru UGM itu dari pihak keamana diam saja pak.?”
Narasumber : “Enggak mas, Pihak petugas keamanan (Korem )& dan Polresta menyatakan diri bahwa petugas mempunyai hak untuk masuk dan memeriksa semua daerahnya.”
Pewawancara : “peristiwa demonstrasi itu apakah selesai dalam satu hari pak.?”
Narasumber : “Enggak mas, peristiwa demonstrasi itu berlanjut hingga malam hari dan keesokan harinya mas.”
Pewawancara :” Demosntrasi tersebut dilakukan oleh mahasiswa UGM saja, apa ada gabungan dari berbagai kampus pak.?”
Narasumber : “Itu gabungan mas ada yang dari UGM, Sanata Dharma, LMMY dan IKIP mas.”
Pewawancara : “Para mahasiswa yang melakukan demonstransi itu pada akhirnya dibubarkan oleh aparat atau bubar sendiri pak.?”
Narasumber : “Para mahasiswa yang demonstrasi itu dibubarkan secara paksa oleh ratusan petugas keamanan dengan melakukan penyerbuan yang dibuka oleh panser penyemprot air dan tembakan gas air mata terhadap pengunjuk rasa di depan Hotel Radison.”
Pewawancara : “Di dalam aksi pembubaran itu apakah mahasiswa yang melakukan demonstrasi tinggal diam saja pak.?”
Narasumber : “Enggak mas, para mahasiswa yang melakukan demo melawan dengan melempar batu, petasan dan bahkan bom molotov.”
Pewawancara : “Terimakasih atas waktunya pak.?”
Narasumber : “Iya mas sama-sama.”
Skrip Wawancara
Lampiran
Narasumber Kedua
Identitas Orang
Nama : Widodo
Alamat : Kedung Lengkong, Simo, Boyolali
Tempat, tanggal lahir : 24 november 1975
Pekerjaan : Pemda tingkat kecamatan
Wawancara
Pewawancara : “Selamat pagi pak.?”
Narasumber : “Selamat pagi juga mas.”
Pewawancara : “Pak Wid, pada saat tahun 1998 umurnya berapa?”
Narasumber : “Tahun 98’, kira-kira umur 21 tahun mas, lahir tahun 1977’.”
Pewawancara : “Pada tahun 98, pada saat demonstrasi gerakan mahasiswa pada Mei 1998, dimanakah posisi pak Wid pada saat itu.?”
Narasumber : “Pada saat itu saya lagi makan didaerah sekitar tempat kejadian berlangsung mas.”
Pewawancara : “Awal mulanya kejadian itu gimana pak.?”
Narasumber : “Pada mulanya saya makan mas trus tiba-tiba diluar ada keributan, ternyata diluar ada kejadian demo mahasiswa.”
Pewawancara : “ kira-kira bapak tau gak kenapa bisa terjadi demo pak.?”
Narasumber : “ Gini mas kata mahasiswa yang cerita di sini, demo itu terjadi karena para mahasiswa menuntut reformasi dan turunnya Presiden Soeharto mas.
Pewawancara : “ La ceritanya tu gimana pak kok bisa kaya gitu.?”
Narasumber : “Ceritanya gini mas waktu itu mahasiswa prihatin atas kondisi krisis perekonomian yang dilanda krisis moneter, memprotes kenaikan harga-harga, dan mendesak untuk dilaksanakannya Reformasi.
Pewawancara : “La itu tempat kejadiannya dimana pak.?”
Narasumber : “ Pada awalnya demo itu terjadi di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) dan institut keguruan dan ilmu pendidikan (IKIP) yang lokasinya berseberangan mas.”
Pewawancara : “Pak itu bentrokannya antara siapa dengan siapa pak.?”
Narasumber : “itu mas antara aparat keamanan dengan mahasiswa mas.”
Pewawancara : “aparat keamanan dengan mahasiswa bisa bentrok awal mulane kenapa pak.?”
Narasumber : “awalnya damai-damai aja mas tetapi karena petugas keamanan membubarkan secara paksa dengan melakukan penyerbuan yang dibuka oleh panser penyemprot air, dan tembakan gas air mata terhadap pengunjuk rasa mas, terus mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan, dan bahkan bom Molotov pada sore itu mas.”
Pewawancara : “La itu yang ikut bentrok mahasiswa mana aja pak, cuma mahasiswa UGM atau ada yang lain pak.?
Narasumber : “Itu gabungan mas ada yang dari UGM, Sanata Dharma, LMMY dan IKIP mas.”
Pewawancara : ”Apa ada korban pak.?”
Narasumber : “ Ada mas sampe ada satu orang meninggal dunia mas, dan ratusan korban luka-luka mas.”
Pewawancara : “la yang meninggal itu siapa pak.?”
Narasumber : “ Satu orang Moses Gatutkaca mas.”
Pewawancara : “oh jadi begitu ceritanya pak.?”
Narasumber : “iya mas”
Pewawancara : “Terimakasih ya pak atas kerja samanya mas.?”
Narasumber : “Iya mas sama-sama mas.”
Title : CONTOH MAKALAH Demonstrasi Antara Mahasiswa dengan Aparat Kepolisian di Yogyakarta para Era Orde Baru
Description : BAB I A. Latar Belakang Masalah Indonesia bergejolak pada tahun 1998 menyusul krisis moneter yang melanda indonesia saat itu. Penol...
Description : BAB I A. Latar Belakang Masalah Indonesia bergejolak pada tahun 1998 menyusul krisis moneter yang melanda indonesia saat itu. Penol...
0 Response to "CONTOH MAKALAH Demonstrasi Antara Mahasiswa dengan Aparat Kepolisian di Yogyakarta para Era Orde Baru"